Jakarta – Di usia ke-45 tahun Jam’iyyah Mudarasah Al-Qur'an (JMQ), pendirinya, Dr. K.H. Abdul Muhimin Zen, memberikan wejangan penting tentang hakikat berorganisasi. Menurutnya, JMQ harus menjadi sarana bagi setiap anggotanya untuk menemukan dan membentuk jati diri, bukan sekadar kumpulan penghafal Al-Qur'an.
“Jangan sampai ada yang turun program dari tahfidz 30 juz menjadi tahfidz terbatas. Itu aib untuk JMQ. Kalau merasa tidak bakat di hafalan, gali potensi lain seperti MC, presenter, atau kesenian. Yang penting punya jati diri,” tegas Abah Muhimin dalam Harlah ke-45 JMQ.
Pesan ini diamini oleh para senior yang hadir. Cak Hasib Muslih, salah satu senior JMQ, berbagi pengalaman tentang betapa JMQ mengajarkannya manajemen waktu dan kepemimpinan. Sementara Ning Siti Masrifah dengan jenaka bercerita bagaimana JMQ menjadi ‘ladang jodoh’ yang produktif, melahirkan banyak pasangan suami-istri yang langgeng.
Cak K.H. Husnul Hakim menambahkan, kunci keberlangsungan JMQ adalah sinergi antar divisi dan pemanfaatan potensi senior. “Rancang kegiatan yang sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Misalnya, mudarasah dipadukan dengan diskusi keilmuan dan ditutup selawatan. Efisien dan semua divisi aktif,” sarannya.
Peluncuran gambus menjadi bukti nyata implementasi nasihat tersebut, menunjukkan bahwa JMQ terus berinovasi menggali bakat anggotanya di luar bidang inti, sambil tetap berpegang pada misi utamanya: membangun persaudaraan dan perubahan dengan cahaya Al-Qur'an.

